Thursday, May 23, 2013

Kami Yang Pernah Remaja

Usia saya sekarang 19 tahun. Kalau menurut tahap perkembangan dalam psikologi, dikatakan 19 tahun itu sudah masuk dalam tahap dewasa awal. Ya.. menurut saya, itu hanya penggolongan sesuai dengan derajat harapan kualitas kedewasaan individu pada umumnya. Sekiranya saya pun benar, digolongkan dalam kelompok itu, tetap saja saya masih bisa berkomentar masalah remaja dengan ingatan yang masih segar yang meliputi aspek perasaan dan pikiran yang membentuk saya seperti ini sekarang.
Katanya, usia remaja adalah kira-kira 13 sampai dengan 18 tahun, kalau diingat, itu waktu kelas 1 SMP. Rasa ingin tahu akan banyak hal seperti anak balita itu seolah-olah terjadi kembali pada usia remaja.  Tapi jelas dengan kualitas hal yang berbeda. Sebenarnya itu diawali dengan kondisi fisik yang kian berubah. Seperti terjadi menstruasi pada remaja perempuan dan seterusnya. Kalau saya ingat dulu, rasanya setiap hari darah saya semakin memanas saja. Lihat orang mengendarai sepeda motor, rasanya ingin bisa mengendarai sepeda motor dengan kecepataan yang paling cepat dan saya pikir itu pasti akan menjadi sangat keren. Melihat teman-teman yang punya banyak teman yang usianya jauh diatas seperti anak SMA atau mahasiswa, rasanya juga ingin seperti itu, merasa pasti akan sangat 'wow' jika bisa nongkrong dengan ala 'kece', rokok di tangan tangan, dan duduk di tempat anak gaul . Setiap hari marah-marah dirumah karena harus disuruh bersihin rumah padahal maunya sama teman-teman dari pagi sampai pagi lagi. Entah perasaan keren apa yang ingin saya kejar kalau dipikirkan sekarang. Merasa sangat marah kalau yang ingin menyatakan sesuatu tapi tidak dianggap, rasanya seperti ingin mengadakan demonstrasi besar-besaran pakai bakar ban truk container . Ingin tahu tentang seks, bagaimana rasanya ini, bagaimana rasanya itu. Yang untungnya saya, tidak bergaul pada lingkungan yang seperti itu sehingga sekarang saya masih baik-baik saja.
Terlalu banyak kalimat tanya yang terurai untuk alasan sebab akibat perilaku remaja yang seperti itu. Mungkin itu memang sudah tugas perkembangan yang pasti akan terjadi pada remaja normalnya. Yang membedakan hasil dari produksi perilakunya adalah lingkungan tempat remaja itu berada. Jujur saya, untuk kali ini, lingkungan dan kesadaran diri sama-sama memegang proporsi setengah dalam kasus ini. Masa remaja adalah masa individu dengan kelabilan yang luar biasa dan kenekatan yang luar biasa pula.
Sebenarnya remaja itu hanya individu yang ingin diakui sebagai orang dewasa oleh orang dewasa. Begitu banyak remaja yang akhirnya terjerat pada hal-hal negatif yang dapat merusak masa depannya, begitu banyak pula remaja yang akhirnya terjerat pada hal-hal positif dan menjadi penerus bangsa yang luar biasa. Semua inti dari kalimat tanya perihal solusi, menurut saya adalah peran orang dewasa. Orang dewasa dari sudut manapun itu terutama orang tua. Sebenarnya anak remaja juga tau bahwa mereka adalah remaja dan berada di masa transisi. Jadi, tanpa perlu diakui sebagai orang dewasa, remaja pun tau harus berpikir bagaimana. Yang terpenting adalah hargai pendapatnya. Ambillah sejenak opininya, jangan menganggap konyol. Masalah opininya akan disetujui atau tidak, itu adalah urusan belakangan yang juga harus didiskusikan dengan baik sesuai dengan persetujuan masing-masing. Lihatlah, anak-anak remaja kita yang bersaing dalam olimpiade-olimpiade, bahkan ada yang membuat inovasi baru. Itu semua hanya hasil dari ENERGI YANG TERSALUR BENAR. Remaja punya jutaan ton energi yang bisa digunakan untuk berbagai macam hal. Oleh sebab itu, sebagai orang dewasa, sebagai orang tua, sebagai guru, atau sebagai masyarakat, mari ajari remaja untuk menyalurkan energinya dengan hal positif. Berhenti men-judge bahwa mereka adalah anak nakal yang tidak bisa dinasehati alias bebal tingkat parah. Karakter itu bersifat elastis bahkan bertumbuh. Mari berperan sebagai pendamping yang positif sehingga karakter yang dihasilkan anak remaja juga berbanding lurus dengan yang sudah diupayakan. :D Be a good teacher everywhere.